Iklan

Rabu, 08 Oktober 2025, 8.10.25 WIB
Last Updated 2025-10-08T06:52:48Z
-UTAMABERITA TERKINIBERITA-UTAMAHUKUMPEMERINTAHPOLRIREGIONALWARGA LAPOR

SMA Negeri 1 Ngimbang Diduga Lakukan Pungli Berkedok Sumbangan Kepada Wali Murid

Advertisement


Banaspatiwatch.co.id
||Lamongan-- Dugaan Pungutan Liar (Pungli) Berkedok Sumbangan Wajib SMA Negeri 1 Ngimbang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, diduga kuat melakukan praktik Pungutan Liar (Pungli) kepada wali murid dengan menyamarkannya sebagai "sumbangan" pendidikan. Praktik ini dinilai telah melanggar prinsip sukarela dan non-mengikat yang diatur dalam regulasi pendidikan.


Pihak Sekolah dan Komite Sekolah Melawan Aturan Dugaan Pungli ini dilakukan oleh pihak SMA Negeri 1 Ngimbang bekerja sama dengan Komite Sekolah. Korban langsung dari praktik ini adalah seluruh wali murid siswa aktif yang merasa terbebani dan tertekan.


Terjadi Selama Proses Pendidikan Berjalan Informasi ini muncul berdasarkan kesaksian wali murid yang disampaikan melalui pesan komunikasi dan percakapan langsung, terkait dengan proses penggalangan dana yang sedang berjalan. Meskipun waktu spesifik tidak disebutkan, praktik ini terjadi dalam periode tahun ajaran aktif di sekolah tersebut.


Fokus Skandal di Lamongan

Lokasi kejadian adalah di lingkungan SMA Negeri 1 Ngimbang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sekolah negeri, yang seharusnya memberikan pendidikan gratis dan terjangkau, justru menjadi pusat dugaan praktik ilegal ini.


Melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Inti permasalahan terletak pada penetapan nominal wajib yang sangat spesifik, yang secara langsung melanggar Pasal 10 Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.


Sumbangan Berubah Menjadi Pungutan: Regulasi dengan tegas melarang Komite Sekolah melakukan pungutan yang bersifat wajib, mengikat, dan menetapkan besaran nominal. Penentuan tiga opsi nominal (Rp3.500.000,Rp3.750.000, dan Rp4.000.000) adalah indikasi kuat bahwa dana tersebut telah berubah status dari "sumbangan sukarela" menjadi "pungutan wajib" yang ilegal.


Tekanan Psikologis dan Pemaksaan: Keterangan wali murid yang mengaku terpaksa memilih nominal terendah karena khawatir akan berdampak buruk pada anak mereka menunjukkan adanya unsur pemaksaan yang menghilangkan sifat sukarela.


Modus "Sumbangan Opsi Wajib"

Pihak sekolah/komite meminta dana dengan skema yang mengatur tiga tingkatan nominal, memaksa wali murid untuk memilih salah satunya. Modus ini secara halus mengubah sifat dana menjadi kewajiban, dengan wali murid didorong untuk membayar, bahkan jika harus memilih opsi terendah (Rp3.500.000).


Tuntutan Kritis: Akuntabilitas dan Sanksi Berat Publik menuntut tindakan segera dan tegas dari pihak berwenang:


Inspektorat dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur harus segera turun tangan melakukan investigasi mendalam dan tidak menoleransi praktik ini.


Jika terbukti melanggar, dana yang telah terkumpul harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan dikembalikan sepenuhnya kepada wali murid yang terbebani.


Kepala Sekolah dan anggota Komite Sekolah yang bertanggung jawab atas penetapan nominal ini harus dikenakan sanksi administratif berat sesuai dengan Peraturan Menteri dan regulasi anti-Pungli yang berlaku, sebagai bentuk efek jera.


Pendidikan di sekolah negeri harus bebas dari beban biaya ilegal. Klarifikasi dan tindakan tegas dari Pemprov Jawa Timur adalah harga mati.

Tim Redaksi