Advertisement
Banaspatiwatch.co.id ||Madiun-- Malam yang seharusnya tenang di Dusun Tebon, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, berubah haru pada Kamis, 24 Juli 2025. Seorang nenek miskin terlihat menangis bersama anaknya di depan rumah, mengaku tak mendapatkan kupon bantuan beras dari pemerintah. Padahal, menurut pengakuannya, tetangga yang dinilai lebih mampu justru menerima bantuan tersebut.
Kejadian itu disaksikan langsung oleh anggota Perkumpulan Swadaya Masyarakat Banaspati Mojopahit (PSM-BM) yang sedang melintas. Tergerak oleh keprihatinan, anggota PSM-BM langsung mengajak anak sang nenek untuk mencari penjelasan ke RT setempat, Bapak Pardi, di RT 08. Namun di rumah hanya ada istri RT, yang menyatakan tak tahu-menahu soal data penerima bantuan.
“Saya hanya menerima kupon dari kamituo, lalu membagikannya. Saya tidak pegang data,” ujar istri RT.
Pencarian berlanjut ke rumah kamituo, Bapak Haris, yang juga berdalih tidak memiliki wewenang soal data:
“Saya hanya menerima kupon dari bayan. Silakan tanya ke beliau,” jawabnya.
Dengan didampingi warga dan istri RT, rombongan kemudian menuju rumah bayan, Bapak Gunadi. Istri bayan menyampaikan bahwa suaminya baru saja ditelepon dan menyarankan untuk ditemui langsung di kantor desa. Namun, saat rombongan tiba di sana, bayan tidak ada di tempat.
Akhirnya, PSM-BM memutuskan kembali ke rumah nenek tersebut untuk mencari solusi. Sebagai langkah darurat, anggota PSM-BM berinisiatif membelikan beras dari dana pribadi sebagai bentuk kepedulian kemanusiaan.
Tak lama kemudian, warga mendapati bayan berada di rumah warga lain di seberang kantor desa, dalam kondisi rumah gelap. Tim PSM-BM dan jurnalis Banaspati Watch mencoba melakukan wawancara.
Bayan mengaku hanya menerima kupon dari kecamatan dan membagikannya ke masing-masing kepala dusun (kasun), tanpa tahu siapa penerimanya secara langsung.
Tanya: “Bagaimana tanggapan Bapak soal warga miskin yang tidak menerima bantuan?”
Jawab: “Besok saja ya, sudah malam ini.”
Tanya: “Apakah Bapak memverifikasi langsung kondisi warga?”
Jawab: “Yang tahu kondisi itu kasunnya, bukan saya.”
Tanya: “Sudah berapa lama Bapak menjabat sebagai bayan?”
Jawab: “Sudah lama.”
Beberapa saat setelah kejadian, Kepala Desa Tawangrejo menghubungi anggota PSM-BM. Ia menyatakan akan memanggil seluruh aparat desa terkait — termasuk RT, kamituo, dan bayan — ke kantor desa keesokan harinya, Jumat 25 Juli 2025, untuk pembinaan dan klarifikasi.
Menanggapi adanya anggapan bahwa kedatangan malam itu dianggap tidak sopan atau membuat gaduh, PSM-BM memberikan penegasan:
“Kami hadir karena keprihatinan. Istri bayan sendiri yang menyarankan kami menemui langsung ke kantor desa. Ini murni soal nurani, bukan aksi gaduh,” ujar perwakilan PSM-BM.
Selain itu, PSM-BM juga menemukan fakta bahwa ada beberapa warga lain yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tinggal di rumah tak layak, namun juga tak menerima bantuan. Sementara itu, warga yang tergolong mampu justru mendapat kupon bantuan beras.
Peristiwa ini menjadi cermin penting bagi pemerintah desa agar melakukan pembenahan serius dalam pendataan dan distribusi bantuan. Keadilan sosial bukan hanya soal niat baik, tapi juga soal sistem yang akurat dan transparan.
PSM-BM mengajak semua pihak untuk kembali ke nurani: pastikan bantuan sampai pada mereka yang paling membutuhkan,biar yang namanya Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia bisa tercipta.( Red)