Iklan

Jumat, 12 September 2025, 12.9.25 WIB
Last Updated 2025-09-12T04:42:09Z
-UTAMABERITA TERKINIBERITA-UTAMAHUKUMNASIONALPEMERINTAH

Berbekal Putusan MK, LPKL - Nusantara Ancam Pidanakan DLH Kota Tangerang Terkait Proyek Sampah Mangkrak

Advertisement


Banaspatiwatch.co.id
||TANGERANG -- Lembaga Swadaya Masyarakat Perlindungan Konsumen dan Lingkungan Nusantara (LPKL-Nusantara) melayangkan surat klarifikasi ke 2 (dua) setelah sebelumnya surat klarifikasi pertama tentang pengolahan sampah dan anggaran yang naik diabaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang pada Rabu, 20 Agustus 2025.


Menurut Ketua LPKL- Nusantara, Kapreyani, SP. S.H., M.H., Langkah ini diambil sebagai bentuk keseriusannya dalam menyoroti pengolahan lingkungan hidup di Kota Tangerang terhadap sejumlah isu krusial yang dinilai mengabaikan keselamatan lingkungan dan tata kelola pemerintahan yang baik.


"Surat yang dilayangkan fokus pada "dualisme masalah" yang saat ini membelit DLH Kota Tangerang, yakni terkait proyek strategis yang mangkrak dan dugaan kelalaian yang berujung pada jerat hukum mencakup beberapa poin utama, di antaranya lonjakan anggaran proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL), pemungutan retribusi yang terkesan mencekik, penetapan mantan Kepala DLH Tihar Sopian sebagai tersangka oleh Dirjen KLHK,"ungkap nya, Jumat 12 September 2025.


Kata Kapreyani, proyek PSEL Kota Tangerang yang digarap bersama PT Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) hingga saat ini masih terkesan "gelap" dan belum menunjukkan progres signifikan, meskipun kerja sama telah terjalin lama. Ia menyoroti usulan kenaikan anggaran yang tidak transparan pada tahun 2024.


"Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa anggaran melonjak sementara proyek PSEL terkesan macet total? Kondisi ini tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan menjadi pertarungan narasi yang sarat dengan celah," tambahnya.


Kapreyani juga menyebut bahwa isu ini menjadi sangat penting mengingat proyek PSEL bertujuan untuk mengatasi masalah sampah yang menggunung di TPA Rawa Kucing, yang sudah beroperasi sejak 1992 dan berisiko menjadi "bom waktu" bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.


Mahkamah Konstitusi Lindungi Aktivis Lingkungan


Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan terkait uji materiil terhadap penjelasan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk aktivis.


Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa penjelasan Pasal 66 UU PPLH bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Putusan ini menjadi tonggak penting dalam perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan di Indonesia.


Putusan MK ini menegaskan bahwa Pasal 66 UU PPLH harus dimaknai sebagai ketentuan yang bertujuan untuk melindungi setiap orang yang terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan. Mahkamah secara tegas menyebutkan, pasal tersebut dimaksudkan untuk melindungi:


> "...setiap orang, termasuk korban, pelapor, saksi, ahli, dan aktivis lingkungan yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau menempuh cara hukum akibat adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan pembalasan melalui pemidanaan, gugatan perdata dan/atau upaya hukum lainnya dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan."



Dengan demikian, putusan ini memberikan payung hukum yang kuat bagi para aktivis lingkungan, saksi, pelapor, maupun korban agar tidak dapat dipidanakan atau digugat secara perdata ketika melaporkan atau menempuh jalur hukum terkait kasus pencemaran atau perusakan lingkungan.


Latar Belakang dan Dampak Putusan


Sebelumnya, penjelasan Pasal 66 UU PPLH dianggap ambigu dan berpotensi menjadi celah hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan untuk mengkriminalisasi balik pihak-pihak yang melaporkan mereka. Putusan MK ini secara efektif menutup celah tersebut dan memastikan bahwa semangat perlindungan lingkungan hidup dapat berjalan tanpa ancaman hukum yang berpotensi menghambat.


Putusan Mahkamah Konstitusi ini diharapkan dapat meningkatkan keberanian masyarakat untuk melaporkan kasus-kasus perusakan lingkungan dan mendukung upaya pemerintah dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Kapreyani menegaskan, jika pihak DLH Kota Tangerang tetap menutup diri dan mengabaikan surat klarifikasi, jalan terakhir yakni menempuh upaya hukum di Pengadilan yang telah diperkuat surat putusan MK (Mahkamah Konstitusi). (Red)