Advertisement
BanaspatiWatch.co.id || Nganjuk 30 April 2025 -- Suatu ketika Penulis pernah semobil dengan salah satu penerus pesantren dari daerah Majalengka, ia pun berkeluh bahwa di pesantrennya kini sudah sangat berkurang santrinya.
Sepanjang Jalan menuju Pesantren di daerah Plered Cirebon, kita berbincang hangat dan konstruktif, membahas tentang dunia kepesantrenan dari sisi pengalaman penulis nakal.
Dan ada satu kata kunci yang membuat penulis terperangah adalah, para pelanjut Pesantren ternyata pelit dan tak mau buat saling berbagi, mereka senang menerima darma dari umat, namun kikir dalam memberi.
*waadduuuh.*
Dan itu ia nyatakan, saat ini sebagai Pengurus PW RMI NU Jabar, yang merasa kesulitan mengajak untuk iuran bagi Kas RMI, " padahal itu untuk kebutuhan kemajuan Dunia Pesantren pesantren kita, yang ada di bawah naungan RMI,"
"Kita sulit mendapatkan kesiapan para pemilik Pesantren guna berkontribusi memberi sebagian rezekinya ke kas RMI, akhirnya mobilisasi kita... guna kemajuan Pesantren pun, kembali kita rogoh dari kantong sendiri kang Bambang." Tuturnya meyakinkan penulis nakal.
Penulis Nakal pernah juga di curhati oleh pemilik Pesantren, beliaunya Kiai di Daerah Cikancung Kab. Bandung.
Beliaunya berkata," Kenapa yaa, ko orang daerah sini mesantrenkan anaknya malah ke tempat yang jauh, padahal di Cikancung, di daerah ini, ada pesantren saya kang Bambang!" Katanya mencoba mencari tahu penyebabnya.
Saya sendiri yang saat itu mendengar langsung memutar otak, mengkritisi apa yang sebetulnya terjadi.
Dan saya langsung menjawab apa yang menjadi kegundahannya...dan semuanya berasal dari sikap ngamenak, atau sikap Mriyayi, dari kang kiai yang bersangkutan.
Sehingga ia lupa membangun komunikasi dengan masyarakatnya, sangat kajongjonan, atau ke enakan dengan status ke Kiai'an nya, padahal masyarakat butuh sentuhan, ada komunikasi langsung, depe depe, atau berbaik baik dengan masyarakatnya.
Dengan demikian, masyarakat merasakan keberadaan si Kiai tersebut, dan kebanyakan kasus...
Kiai kita itu seperti anti sosial, sukanya menutup diri, dan pada akhirnya, ia malah di anggap sebelah mata oleh masyarakatnya, dan di banyak kasus, saat masyarakat punya hajatan apapun, mereka malah nanggap, dan ngundang kiai dari jauj buat jadi penceramahnya, eh malah kiai yang jauh pula, dan kiai yang dekat malah tak di undang datang
Lalu Bagaimana peran Kiai dan Pesantren di daerah kita ?
Itu kembali pada strategi para pelanjut pesantren berikutnya, untuk mau merangkul masyarakat sekitarnya terlebih dahulu.
Harus ada kesadaran kembali melihat semangat kakek Buyutnya dalam merangkul masyarakat setempat.
Andai kearifan itu tidak dilakukan, masyarakat sebagai benteng terdepan dari penjaga warisan keberadaan Pesantren di tempat itu, akan hilang rasa memilikinya, mereka jadi tak peduli, dan tak mau tahu lagi, hingha pada akhirnya, padam marwah dunia Pesantren kita dengan sendirinya.
Pesantren setempat dilupakan, pewarisnya kehilangan kewibawaan, dan pesantren seperti cerita dari salah satu tokoh Kiai di daerah Bandung, "ada Pesantren yang dulunya paling maju, malah sekarang jadi Kandang Ayam," tuturnya pada penulis nakal saat ia bercerita.
Sangat miris sekali.
Nah silahkan turunan pewaris Pesantren boleh jumawa, tapi konsukwensinya, Pesantrennya harus bersiap beralih pungsi, jadi Kandang Ayam.
Tidak selamanya pesantren kita maju dan jaya, para pewarisnya untuk itu harus sangat berhati-hati.
Pesantren Di Besarkan oleh perintisnya, di tangan keturunannya, Pesantren yang di warisankan itu malah di tinggalkan banyak Santrinya...
Semoga ini semua tidak terjadi, maka perbanyaklah rasa bersyukurnya, hilangkan kejumawaan sari para pewarisnya, (Gus-Gus Pedantren).
Para Gus harus Jadi para ahli ilmu, dan penerus ketokohan yang bijak buat masyarakat setempat, jauhi sikap Mriyayi, so berkasta tinggi, sombong dan jumawa, sebab hal itu bisa menjadikan jarak antara masyarakat dengan pelanjut kepewarisan Pesantrennya.
Alhamdulillah
Semoga bermanfaat.
Penulis Nakal
Bambang Melga
Ketua LTN NU
Dewan Pakar ICMI Kab. Bandung.
Sekretaris DPW LPQQ Jabar
Lanjutan Cerita Pesantren lainnya,
* Ada Pesantren Sebagai Sarang Kejahatan, terorisme, dan Tempat Pencucian Uang*
Waadduuh...
Redaksi BanaspatiWatch.co.id