Iklan

Rabu, 30 April 2025, 30.4.25 WIB
Last Updated 2025-04-30T09:42:55Z

Pesantren Di Besarkan Namun di Tinggalkan* Bagian Pertama dari 2 Tulisan. Hasil Obrolan Dengan Sekjen NAAT Kang Mahfud

Advertisement

 


BanaspatiWatch.co.id || Nganjuk 30 April 2025 -- Tulisan ini dibuat bukan untuk mendiskriditkan keberadaan pesantren, namun sebagaimana Allah meminta kita untuk banyak mentafaquri diri, maka kitapun berusaha untuk mentafaquri keberadaan Pesantren,  tentunya dengan segala fenomena yang muncul belakangan ini, yang menjadikan kita kaget, terperangah, dan malu mendapatkan berita mengenaskan itu.


Insyaallah dari apa yang kita dapatkan, dan jadi keprihatinan kita semuanya, penulis nakal bermaksud, kita akan kembalikan marwah dunia Pesantren, pada marwah dan niat awal sesungguhnya, dimana kita ingin menegakan 

*"Li 'ila kalimatillah"*


Dan adapun Pesantren yang kita bangun itu, tentunya  kita tengah mempersiapkan generasi santri hebat unggulan buat dimasa depan.


Dan Keberadaan Pesantren pun di harap  mampu menghidupkan zamannya.


Dan peran para santri tentunya  bisa jadi pemenang bagi kehidupannya, karena ia sudah dibekali ilmu kehidupan, bukan saja hanya berbekal ilmu agama, sehingga para santri akhirnya, memiliki modal awal untuk meraih kesuksesannya didunia,  pun untuk akheratnya.


*Fenomena Pesantren  Yang Tak Syukur Nikmat*


Syukur nikmat itu wajib, ini bagian dari cara kita selalu berintropeksi  dan mengingat betapa Allah telah meninggikan derajat kita, dengan anugrah terbesarnya, memberi kemulyaan dan kehormatan, sehingga banyak manusia, umat muslim,  pada akhirnya menitipkan masa depan anaknya untuk dibekali ilmu oleh para kiai si pemilik Pesantren tersebut.


Lalu kasus yang menghancurkan repurasi pesantrenpun seakan jadi momok yang mengerikan para orang tua, dimana,  banyak kasus bermunculan, dan itu sangat merusak kepercayaan masyarakat, dan semakin mengerus

Keberadaan pesantren yang posisinya kian dipojokan dengan serentetan kasus-kasus tersebut.


Jika bisa dikata, banyak kasus ini akibat kitanya kurang punya rasa syukur, kita lupa, tidak ingat saat-saat kita diposisi sulit dalam kehidupan, dan setelah diberi kepercayaan, kejayaan, dan ketenaran, malah kita lalai, lupa saat kita harusnya lebih banyak rasa bersyukurnya.


*Lalu bagaimana pesantren di mata ahli pesantren itu sendiri ?*


Dari kang Mas Kiai Mahfud, Sekjen NAAT, yang beliaunya antusias dengan tulisan penulis Nakal di tulisan, *Pesantren Dalam Masa Pasang Surut Mengikuti Arus Zamannya.* hingga menelpon berkali kali...dan akhirnya kita pun tersambung, dan saling sharing pengalaman.



Yaa, ia, Kang Mahfud ini adalah alumni, jebolan salah satu Pesantren Terkenal, di Jawa Timur, dan ia memetakan banyak kelemahan dari Pesantren di Indonesia, salah satunya, "Regenerasi berikutnya tak memiliki kapasitas seperti keilmuan, dan ketokohan seperti pendirinya," ungkap kangmas Mahfud dalam pembicaraan kita terkait Dunia Pesantren.


*Bangga Sebutan, Ilmu Tak dipersiapkan*

"Berikutnya, generasi pelanjutnya sangat bangga dengan sebutan *Gus,* anak dari Kiai pemilik Pesantren, sehingga ia mendapat perlakuan istimewa, privilage luarbiasa, yang akhirnya jadi manja, dan tak punya daya juang seperti leluhurnya."


*Di Manja Namun Hilang Kemandirian*

"Jadi kemanjaan anak-anak pendiri pesantren sesungguhnya bisa jadi bom waktu, hanya tinggal tunggu saatnya semua jadi berbalik, Roda berputar dan pesantren itu jadi kembali sepi, hingga kobong-pondok pesantren akhirnya jadi bilik horor, yang menyeramkan, hanya bunyi jangkrik yang pada akhirnya terdengar dari dalam, bukan lagi suara-suara lantunan Nadhoman,  atau lantunan ayat qur'an yang sedang di hapalkan." Ungkap kang Mahfud  Sekjen NAAT, yang berdomisili di Nganjuk ini.


*Kurang Merangkul Tak Mau Bersosialisasi Dengan Masyarakat Setempat.*

"Pun  terkait ahlaq dan pembawaannya dari para *Gus-gus tersebut, mereka tidak merakyat, tidak mau dan tidak bisa merangkul umat, baik sebagai tetangga kanan kirinya, maupun tetangga depan belakang dari Pesantrennya dimana pesantren itu berada, lha kenapa yaa, karena apa bersikap seperti itu?"


"Karena Saking jumawanya, ia merasa status sosialnya sudah tinggi sebagai priyayi, sudah jadi kaum bangsawan, bertemannya pun kalangan pejabat, dan mau tidak mau, merekapun para Gus-Gus ini, pengennya harus dihormati dan di datangi."


"Mereka Lupa  pada sejarah Kakek buyutnya.."


*Buyut Yang Merintis, Kita Yang Meruntuhkan*

"Padahal, saat kepengen pendirinya pesantren, buyutnya itu memulai usaha, merintis pesantren, dengan beliaunya pergi kemana -mana, mengisi di pengajian kampung, dari satu pengajian ke pengajian kampung lainnya, dan itu hanya untuk mencari kepercayaan masyarakat, sambil ia terus syiar Islam dan berdakwah."


"Untuk apa, agar masyarakat jatuh hati, percaya penuh, maka sang Kiai itu pada akhirnya, ia mendapatkan keberkahannya, dapat keberuntungan dari usahanya dengan menyambung silaturahminya tersebut."


*"Berbeda jauh, usaha buyutnya yang berpayah-payah, untuk mewariskan kebaikan pada anak cucunya, dalam menegakkan agama."*


*"Namun yang terjadi ironisnya, mereka anak cucu dan cicitnya, sudah terlalaikan dengan sanjungan dan pujian, malah sudah menganggap dirinya kaum priyayi, dengan kasta tertentu yang istimewa, dan ingin di sebut... *

*Gus.*


*Sehingga kalo mereka mengisi pengajianpun yang akan di lihat, yang amplopnya teballah yang  akan jadi prioritas, yang tipis hanya akan mengapokan, begitu kang Bambang " ungkap kang Mahfud penuh keprihatinan, dalam perbincangan kami yang sebetulnya ngeri-ngeri sedap ini...*


Alhamdulillah

Semoga bermanfaat.


Penulis Nakal

Bambang Melga

Ketua LTN NU

Dewan Pakar ICMI Kab. Bandung.

Sekretaris DPW LPQQ Jabar

Redaksi BanaspatiWatch.co.id