Advertisement
Banaspatiwatch.co.id || Madiun-- Apa yang dimulai dari tangis seorang nenek miskin di Dusun Tebon, Desa Tawangrejo, pada malam 24 Juli 2025, kini menjelma menjadi gerakan kemanusiaan yang menggugah hati. Ketika sistem distribusi bantuan beras pemerintah meleset dan aparat desa saling melempar tanggung jawab, justru warga dan anggota PSM-BM yang bergerak cepat mengisi celah keadilan itu.
Keesokan harinya, Jumat, 25 Juli 2025, masyarakat sekitar bersama relawan PSM-BM menggalang dana seikhlasnya. Bantuan yang terkumpul langsung disalurkan dalam bentuk beras dan kebutuhan pokok lainnya kepada para warga miskin yang tak terdata, mayoritas mereka adalah janda tua, lansia yang tinggal sendiri, serta warga yang menderita penyakit berat seperti stroke dan gangguan mobilitas.
“Kami lihat langsung kondisi mereka. Ada yang sudah lama sakit, tidak bisa berjalan, hidup sendirian, bahkan tak mampu bicara dengan jelas. Rasanya miris saat tahu mereka justru tidak masuk daftar penerima bantuan,” ujar salah satu anggota PSM-BM dengan mata berkaca-kaca.
Respona warga pun sangat menyentuh. Dalam waktu singkat, puluhan ribu rupiah terkumpul, cukup untuk membeli beras dan kebutuhan dasar beberapa warga. Ini bukan sekadar bantuan, tapi bentuk solidaritas hidup yang nyata di tengah ketimpangan kebijakan.
“Kami sangat berterima kasih. Bukan soal jumlahnya, tapi soal rasa bahwa kami tidak sendiri. Teman-teman PSM-BM mengingatkan kami bahwa masih ada orang yang peduli,” ucap salah satu keluarga penderita stroke yang menerima bantuan.
PSM-BM menegaskan bahwa aksi malam itu bukan bermaksud mengusik atau membuat gaduh, melainkan murni karena dorongan hati nurani. Terlebih, istri bayan sendiri yang mengarahkan untuk menemui langsung ke kantor desa.
“Banyak warga miskin yang tak kebagian. Sebaliknya, yang mampu justru menerima. Ini bukan hanya soal data, tapi soal tanggung jawab dan empati sosial,” ujar perwakilan PSM-BM.
Kepala Desa Tawangrejo sendiri telah merespons dengan menyatakan akan memanggil dan membina perangkat desa, termasuk RT, kamituwo, dan bayan, untuk mengevaluasi ulang sistem pendataan.
Peristiwa ini menjadi alarm penting bahwa bantuan sosial harus menyentuh mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan hanya berdasar nama dalam daftar, tapi berdasar realitas hidup yang sering luput dari meja rapat.
Ketika negara lambat bergerak, rakyat bergerak lebih dulu. Dan ketika sistem gagal mengenali penderitaan, kasih sayang sesama hadir sebagai penyelamat.(Red)